NASIONAL

827 Pejuang Lingkungan Dikriminalisasi Sepanjang 2014-2023

"Rinciannya 6 meninggal, 145 ditangkap, 28 tersangka, 9 anak-anak, 19 perempuan, serta 620 orang luka-luka mulai ringan hingga berat akibat kekerasan aparat."

Ardhi Ridwansyah

827  Pejuang Lingkungan Dikriminalisasi Sepanjang 2014-2023
Ilustrasi: Sidang putusan aktivis HAM Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti di Pengadllan Negeri (PN) Jakarta Timur, Senin, (8/1/2024). ANTARA FOTO/ Fakhri H

KBR, Jakarta- Ratusan pembela lingkungan menjadi korban kriminalisasi sepanjang 2014-2023. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) mencatat total korban mencapai 827 orang.

Dari jumlah tersebut, rinciannya 6 meninggal, 145 ditangkap, 28 tersangka, 9 anak-anak, 19 perempuan, serta 620 orang luka-luka mulai ringan hingga berat akibat kekerasan aparat.

Manajer Kampanye Hutan dan Pertanian Walhi, Uli Arta Siagian mengatakan mereka dikriminalisasi lantaran menolak proyek-proyek dari pemerintah yang berpotensi merusak lingkungan.

“Secara umum ketika aktivis menyatakan vetonya dalam menolak misalnya kebijakan, undang-undang ataupun proyek-proyek yang masuk ke suatu wilayah atau ruang hidupnya, itu yang jadi dasar mereka dikriminalisasi. Intinya karena mereka menolak suatu kebijakan atau proyek pembangunan itu menjadi dasar pengurus negara mengkriminalisasi,” ucap Uli kepada KBR, Selasa, (16/1/2024).

Uli menjelaskan ada beragam pasal yang digunakan otoritas untuk mengkriminalisasi para pembela lingkungan hidup yang menentang proyek pembangunan.

Salah satunya Pasal 162 di Undang-Undang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba). Isinya menjelaskan tentang tindakan menghalang-halangi kegiatan usaha pertambangan sebagai perbuatan pidana. Lewat pasal itulah pejuang lingkungan hidup bisa diproses hukum.

“Di sektor perkebunan misalnya ada pasal soal menguasai lahan yang bukan miliknya, terus kemudian di Desa Pakel, dijerat dengan Pasal Ketertiban. Itu beberapa dasar hukum yang digunakan aparat penegak hukum untuk menjerat aktivis lingkungan,” jelasnya.

Haris dan Fatia Aktivis Lingkungan yang Dijerat

Uli menyebut Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti menjadi contoh kasus kriminalisasi terhadap aktivis lingkungan. Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti sempat menjadi terdakwa lantaran diduga mencemarkan nama Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan.

Itu terjadi saat keduanya berbincang di podcast Haris Azhar. Dari situ Luhut merasa difitnah Haris dan Fatia, sebab dirinya dituduh terlibat eksploitasi tambang emas di Papua.

Podcast itu mengulas kajian cepat dari Koalisi Bersihkan Indonesia berjudul “Ekonomi-Politik Penempatan Militer di Papua: Kasus Intan Jaya”. Dan ditayangkan di kanal YouTube Haris Azhar.

Jaksa mendakwa mereka dengan sejumlah aturan di antaranya Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).  Namun, Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Cokorda Gede Arthana, memvonis bebas dua Haris dan Fatia, 8 Januari.

“Mengadili satu, terdakwa Haris Azhar tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana didakwakan penuntut umum pada dakwaan pertama, dakwaan kedua primer, dakwaan kedua subsider, dan dakwaan ketiga. Kedua, membebaskan saudara Haris Azhar dari segala dakwaan,” kata Hakim Ketua Cokorda Gede Arthana, Senin, (8/1/2024).

Haris menyambut baik putusan majelis hakim. Meski begitu, dia memikirkan nasib pembela lingkungan hidup di daerah lain yang masih berkutat dengan kriminalisasi.

“Ini harusnya jadi paku yang penting, bagi awan kebebasan berekspresi, karena awannya masih gelap, masih gelapnya di mana? Ini kan putusan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, di yuridiksi hukum daerah lain petani Pakel masih mengajukan banding Pengadilan Tinggi Jawa Timur, mereka kan latar belakangnya mempertahankan hak atas tanahnya mereka, Budi Pego dipenjara,” jelas Haris dalam kanal YouTube Berita KBR, Senin, 15 Januari 2024.

Saksi Ahli Digugat

Yang dikhawatirkan Haris beralasan, sebab awal tahun ini Guru Besar Kehutanan Institut Pertanian Bogor Bambang Hero Saharjo kembali menghadapi gugatan dari perusahaan sawit di Riau yakni PT Jatim Jaya Perkasa (JJP).

Objek gugatan ini adalah keterangan sebagai ahli dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang disampaikan Bambang Hero di pengadilan. Bambang menanggapi gugatan yang menyasar ke dirinya.

"Mereka minta supaya mencabut keterangan saya yang menyertakan luas kebakaran itu 1.000 hektare gitu baik pidana maupun perdata. Nah, itu putusannya sudah sampai putusan PK. Kenapa mereka minta seperti itu karena kata mereka dalam berita acara itu luasannya itu 120 hektare. Penyidik KLH sudah menyatakan itu dipersidangan 120 hektare. Lah, kok saya malah (dianggap) mangkir tidak bicara 120 tapi 1.000 hektare," kata Bambang kepada KBR, Senin, (15/1/2023).

Keterangan Saksi Ahli yang digugat PT JJP adalah saat Bambang pada 6 November 2013, menyatakan luas kebakaran pada areal perkebunan adalah 1.000 hektare. Sementara berdasarkan persidangan pada 17 Juni 2013, luasan kebakaran hanya 120 hektare.

Karena kesaksiannya itu, PT JJP menilai Bambang Hero telah melakukan perbuatan melawan hukum, dan dituntut membayar kerugian Rp501 miliar.

Baca juga:

Editor: Sindu

  • kriminalisasi
  • Walhi
  • Aktivis Lingkungan

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!